Sumber
Konsep Dasar
Konsep dasar pada umumnya merupakan abstraksi atau
konseptualitas karakteristik lingkungan tempat atau wilayah diterapkannya
laporan keuangan. Berikut ini adalah daftar seperangkat konsep dasar dari
beberapa sumber:
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)
IAI mengadopsi rerangka konseptual IASC sehingga
konsep dasar yang dipilih juga mengikuti IASC. Konsep dasar itu adalah:
1.
Basis
accrual (Accrual basis)
2.
Usaha
berkelanjutan (Going concern)
Paul Grady
1.
Struktur
masyarakat dan pemerintah yang mengakui hak milik pribadi (A society and government structure honoring private property right)
2.
Entitas
bisnis spesifik (Specific business
entities)
3.
Usaha
berlanjut (Going Concern)
4.
Penyimbolan
secara moneter dalam seperangkat akun (Monetary
expression in accounts)
5.
Konsistensi
antara perioda untuk entitas yang sama (Consistency
between periods for same entity)
6.
Keanekaragaman
perlakuan akuntansi di antara entitas independen (Diversity in accounting among independent entities)
7.
Konservatisme
(Conservatism)
8.
Keterandalan
data melalui pengendalian internal(Dependability
of data through internal control)
9.
Materialitas
(Materiality)
10.
Ketepatan
waktu dalam pelaporan keuangan memerlukan taksiran (Timeliness in financial reporting requires estimates)
Accounting Principles Board
1.
Entitas
akuntansi (Accounting Entity)
2.
Usaha
Berlanjut (Going concern)
3.
Pengukuran
sumber dan kewajiban (Measurement of
economic resources an obligations)
4.
Periode-periode
waktu (Time Periods)
5.
Pengukuran
dalam unit Uang (Measurement in terms of
money)
6.
Akrual
(Accrual)
7.
Harga
Pertukaran (Exchange Price)
8.
Angka
pendekatan (Approximations)
9.
Pertimbangan
(Judgment)
10.
Informasi
Keuangan umum (General Purpose financial
information)
11.
Statement
keuangan berkaitan secara mendasar (Fundamentally
related financial statement)
12.
Subtansi
daripada bentuk (Substance over form)
13.
Materialitas
(Materiality)
Wolk, Tearney dan Dodd
1.
Usaha
berlanjut (Going Concern)
2.
Periode
waktu (Time periode)
3.
Entitas
akuntansi (Accounting entity)
4.
Unit
Moneter (Monetary unit)
Anthony, Hawkins, Merchant
1.
Pengukuran
dengan unit uang (money meansurement)
2.
Entitas
(entity)
3.
Usaha
berlanjut (going Concern)
4.
Kost
(cost)
5.
Aspek
ganda (dual aspect)
6.
Periode
akuntansi (accounting period)
7.
Konservatisme
(conservatism)
8.
Realisasi
(realization)
9.
Penandingan
(matching)
10.
Konsistensi
(consistency)
11.
Materialitas
(materiality)
Paton dan Littleton
1.
Entitas
bisnis dan kesatuan usaha (The business
entity)
2.
Kontinuitas
kegiatan/usaha (continuity of activity)
3.
Penghargaan
sepakatan (measured consideration)
4.
Kost
melekat (costs attach)
5.
Upaya
dan pencapaian/hasil (effort and
accomplishment)
6.
Bukti
terverivikasi dan objektif (verifiable,
objective evidence)
7.
Asumsi
(assumptions)
Kesatuan Usaha
Konsep
ini menyatakan bahwa perusahaan dianggap sebagai suatu kesatuan atau badan
usaha ekonomik yang berdiri sendiri, bertindak atas nama sendiri, dan
berkedudukan terpisah dari pemilik atau pihak lain yang menanamkan dana dalam
perusahaan dan kesatuan ekonomik tersebut menjadi terpusat perhatian atau sudut
pandang akuntansi. Kesatuan uasah menjadi kesatuan pelopor yang bertanggung
jawab jelas kepada pemilik. Kesatuan usaha merupakan pusat pertanggung jelasan.
Statement keuangan merupakan medium pertanggungjelasan. Bila konsep kesatuan
dianut akan mempunyai batas implikasi dibawah ini:
Batas kesatuan
Batas kesatuan adalah kendali oleh satu manajemen.
Oleh karena itu, untuk menentukan kesatuan usaha sebagai pusat
pertanggungjawaban keuangan, pertimbangan akuntansi apakah secara ekonomik satu
kegiatan usaha atau lebih dapat dianggap berdiri sendiri sebagai satu kesatuan.
Pengertian Ekuitas
Dengan sudut pandang kesatuan usaha secara konseptual
ekuitas atau modal merupakan utang atau kewajiban perusahaan kepada pemilik.
Hal ini berlawanan dengan pendefinisian secara structural bahwa ekuitas adalah
hak residual pemilik terhadap asset bersih sebagaimana didefinisikan dalam
rerangka konseptual FASB.
Pengertian Pendapatan
Dengan
konsep kesatuan, semua sumber ekonomik yang dimiliki oleh perusahaan merupakan
asset perusahaan bukan pemilik. Konsep kesatuan mendefinisikan pendapatan
sebagai kenaikan atau aliran masuk asset. Kalau ada aliran asset masuk
(misalnya kas) yang terjadi karena perusahaan menjual barang atau menyerahkan
jasa maka asset perusahaan akan bertambah. Kas masuk itulah yang disebut
pendapatan. Pada saat terjadi pendapatan, pada saat yang sama utang unit usaha
kepada pemilik bertambah yang berarti ekuitas bertambah. Dengan demikian,
definisi pendapatan menurut FASB konsisten dengan konsep kesatuan usaha.
Konsep kesatuan juga menjelaskan mengapa definisi
pendapatan adalah penurunan kewajiban. Kewajiban suatu saat akan mengakibatan
kas keluar. Kalau kewajiban turun tanpa dibarengi oleh keluarnya asset berarti
jumlah rupiah asset yang tidak jadi keluar akhirnya akan kembali ke pemilik
sehingga utang kesatuan kepada pemilik bertambah.
Pengertian Biaya
Pengertian biaya adalah penurunan asset. Penyerahan produk dalam rangka menciptakan
pendapatan , menyebabkan asset berkurang. Berkurangnya asset inilah yang
disebut biaya. Jadi, dapat dikatakan juga bahwa biaya mengurangi ekuitas.
Penyerahan barang atau produk tidak selalu bersasal dari asset tetapi dapat
berasal dari kewajiban dalam rangka menciptakan pendapatan yang akhirnya
mengakibatkan turunnya asset. Jadi definisi FASB konsisten dengan konsep
kesatuan usaha. Pendapatan, biaya, untung dan rugi merupakan penyebab perubahan
ekuitas.
Sistem
Berpasangan
System berpasangan merupakan konsekuensi dari konsep
kesatuan usaha. Hubungan bisnis antara manajemen harus mempertanggungjelaskan asset
yang dikelola dan sumber asset tersebut. Ini berarti bahwa pengaruh transaksi
terhadap hubungan bisnis dan posisi keuangan harus ditunjukkan.
Persamaan
Akuntansi
Dengan konsep kesatuan usaha, elemen pendapatan dan
biaya merupakan penyebab perubahan ekuitas. Hubungan fungsional antarbuku besar
ini dapat dinyatakan sebagai berikut:
A=K+E+P-B+I-D
Karena I dan D dipandang jarang terjadi, persamaan
akuntansi sering hanya dinyatakan sebagai A=K+E+P-B. Dengan konsep kesatuaan usaha, persamaan
akuntansi merupakan persamaan spesifik
atau khusus dan bukan persamaan aljabar.
Artikulasi
Dengan artikulasi, akan selalu dapat ditunjukkan bahwa
laba dalam statement laba rugi akan sama dengan laba dalam statement perubahan
ekuitas akan sama dengan jumlah rupiah ekuitas dalam neraca. Dengan konsep
kesatuan usaha, pendapatan, biaya, laba didefinisikan sebagai perubahan asset
yang akhirnya mempengaruhi ekuitas
Posisi akhir:
A*=K*+ E*
Posisi
awal: A =K +
E -
Perubahan :
|
Posisi
awal: A =K +
E
Perubahan :
Posisi akhir:
|
Pendefisian pendapatan dan biaya dengan sendirinya
laba sebagai perubahan asset atau kewajiban sering disebut dengan pendekatan
asset-kewajiban. Dengan demikian, laba merupakan konsekuensi pengukuran asset
dan kewajiban sebagai focus . demikian juga, ekuitas semata-mata merupakan
akibat atau produk samping pengukuran perubahan asset bersih sehingga tidak
didefinisikan secara semantic seperti asset atau kewajiban.
Pendekatan pendapatan biaya, menekankan pendefinisian,
pengakuan, dan pengukuran pendapatan dan biaya sehingga perubahan asset dan
kewajiban dianggap sebagai akibat pengukuran pendapatan dan biaya. Sebagai
konsekuensi, neraca akan dipenuhi oleh pos-pos beban tangguhan dan kredit
tangguhan yang tidak memenuhi definisi asset.
Pendekatan artikulasian yaitu bahwa statement keuangan
harus berartikulasi. Dengan pendekatan ini, semua perubahan asset bersih akibat
transaksi dengan non pemilik dilaporkan melalui statement laba-rugi dan laba
rugi komprehensif sehingga integritas statement laba-rugi dapat dipertahankan
Pendekatan nonartikulasi yaitu yang memisahkan
pengukuran elemen-elemen kedua elemen tersebut.
Basis pengukuran elemen dalam kedua statement berbeda sehingga
dihasilkan neraca berbasis pengukuran asset kewajiban dan statement laba rugi
berbasis pengukuran biaya yang independen.
Kontinuitas
Usaha
Adalah bahwa kalau tidak ada tanda-tanda,
gejala-gejala , atau rencanan pasti di masa datang bahwa kesatuan usaha akan
dibubarkan atau dilikuidasi maka akuntansi menganggap bahwa kesatuan usaha
tersebut akan berlangsung terus menerus sampai waktu yang tidak terbatas. Konsep ini implikasi terhadap makna laporan
priodik, fungsi statement laba rugi dalam menentukan daya melaba jangka
panjang, dan fungsi neraca dalam hubungannya dengan penilaian terhadap asset
sumber ekonomik perusahaan.
Arti Penting Laporan Periodik
Laba
diperoleh melalui kegiatan menyerahkan barang atau jasa yang menimbulkan biaya
sebagai aliran keluar asset dan kegiatan mendatangkan pendapatan yang merupakan
aliran asset masuk akibat penyerahan barang atau jasa tersebut. Kesatuan usaha
juga akan mengubah sumber ekonomik yang satu menjadi yang lain secara
terus-menerus untuk menyediakan barang atau jasa.
Kinerja akhir dapat diketahui secara
tuntas dan objektif kalau perusahaan benar-benar dinyatakan berhenti, dinilai
pada saat itu, dan kemudian dilikuidasi. Pelaporan keuangan lebih
berkepentingan dengan daya melaba (earning power) perusahaan. Untuk satu
perioda, tingkat untuk mendapatkan laba dengan tingkat sumber ekonomik tertentu
disebut dengan tingkat imbalan investasi
(rate of return on investment). Daya melaba adalah rata-rata dalam
jangka panjang tingkat imbalan periodik tersebut.
Kedudukan Statement
Laba-Rugi
Untuk
emngukur daya melaba jangka panjang, aliran kontinus sumber ekonomik masuk dan
keluar kesatuan usaha (pendapatan dan biaya) harus dipenggal-penggal dengan
periode waktu sebagai wadah dan penakar. Penggalan pendapatan dan biaya untuk
suatu periode dituangkan dalam statement laba-rugi periodic sehingga statement
laba-rugi dipandang sebagai statement yang paling penting dalam pelaporan
keuangan karena tingkat laba dalam rangka menilai daya melaba.
Pemenggalan aliran data yang
terus-menerus dalam penanggalan waktu sebagai penakar cenderung memutus
keterkaitan antara kejadian-kejadian antarperioda yang berkaitan. Akibatnya,
kalau tidak hati-hati, orang cenderung mengartikan bahwa laba besar suatu
pediode merupakan indicator kesuksesan manajemen pada suatu periode tersebut
padahal laba besar itu sebenarnya hasil dari penjualan yang besar akibat
kampanye produk secara besar-besaran pada beberapa periode sebelumnya.
Oleh karena itu, informasi keuangan
yang dituangkan dalam statement keuangan periodic harus dianggap bersifat
tentative (provisional in character) dan bukannya tuntas (final). Informasi
keuangan jangka panjang yang terdiri atas serangkaian penggalan-penggalan
statement kronologis akan lebih menggambarkan kinerja secara objektif dan
terandalkan dibandingkan dengan statement untuk satu penggalan waktu saja.
Implikasi ini terhadap konsep terhadap standar adalah adanya ketentuan penyajian
statement komparatif paling tidak untuk dua periode berturut-turut.
Fungsi Neraca dan
Penilaian Elemennya
Konsep
kontinuitas usaha sangat besar peranannya dalam mendasari penilaian elemen atau
pos neraca dan interprestasi jumlah rupiah yang dimuat didalamnya. Tujuan
pelaporan pos neraca adalah untuk menunjukkan sisa potensi-potensi jasa atau
sumber-sumber ekonomik yang belum dionsumsi (menjadi biaya) dalam tahun yang
berakhir pada tanggal neraca. Dengan kata lain, neraca berfungsi untuk menunjukkan
potensi jasa yang masih dimiliki/dikuasi kesatuan usaha untuk menghasilkan
pendapatan dalam periode-periode berikutnya.
Oleh karena itu, proses penentuan
jumlah rupiah yang harus dilekatkan pada tiap pos neraca bukanlah merupakan
proses penilaian jasa yang diinterprestasi oleh kos yang melekat padanya
sehingga akuntansi menilai pos-pos neraca pada umumnya berdasarkan kos
historis.
Penghargaan Sepakatan
Konsep
ini menyatakan bahwa jumlah rupiah/agregat harga atau panghargaan sepakatan
yang terlibat dalam tiap traksaksi atau kegiatan pertukaran merupakan bahan
olah dasar akuntansi yang paling objektif terutama dalam mengukur sumber
ekonomik yang masuk dan sumber ekonomik yang keluar.
Konsep ini dilandasi pemikiran bahwa
fungsi akuntansi adalah menyediakan informasi yang berpaut dengan kegiatan
perusahaan yang sebagian besar terdiri atas transaksi pertukaran denagn
perusahaan lain. Akuntansi berfungsi untuk menyimbolkan secara tepat
bermacam-macam kegiatan atau transaksi perusahaan tersebut secara kuantitatif
dan bermakna sehingga informasi semantic (objek-ukuran-hubungan) dapat
disampaikan dengan baik dan efektif. Penghargaan sepakatan merupakan dasar
kuantifikasi berbagai jenis objek menjadi objek-objek homogentus yang paling
objektif untuk menyajikan hubungan antarobjek yang bermakna.
Istilah yang Tepat
P&L
tidak menyebut bahan olah dasar akuntansi sebagai nilai bagi orang yang lain
sehingga nilai bagi orang yang satu mungkin akan berbeda dengan nilai bagi
orang yang lain sehingga nilai akan menimbulkan berbagai interprestasi. Nilai
bersifat melekat pada objek sehingga bersifat objektif fan inheren.
Pada saat transaksi terjadi,
pencatatan penghargaan sepakatan atau agregat-harga memang dapat diakatakan
sebagai pencatatan nilai. Tetapi beberapa saat setelah transaksi terjadi,
pencatatan penghargaan sepakatan atau agregat-harga memang dapat dikatakan
sebagai pencatatan nilai. Tetapi, sesaat setelah transaksi terjadi, nilai dapat
berubah tetapi jumlah nominal tidak. Jumlah rupiah yang dicatat itulah yang
akan tetap menjadi bahan olah akuntansi.
P&L tidak menggunakan istilah
cost untuk menunjuk pernghargaan sepakatan karena cost terlanjut mempunyai
makna umum sebagai acquisition cost dari sudut pandang pihak yang
memperoleh sumber ekonomik.
Kalau dikatakan bahwa perusahaan
mencatat cost penjualan alih-alih penghargaan sepakatan penjualan, orang akan
mengartikan perusahaan mencatat penjualan sebesar cost of production padahal maksudnya adalah pada harga jualnya.
Inilah keterbatasan cost, sebagai satu istilah untuk menyatakan hal yang sama
baik dari segi pembeli ataupun penjual.
Dengan
konsep kos ini, akuntansi kemudian akan tampak mengolah satu macam bahan olah
yang berasal dari berbagai macam transaksi atau kejadian bukannya mengolah
bermacam-macam bahan olah yang berbeda seperti kalau digunakan istilah nilai,
harga pokok, harga perolehan, atau biaya.
Jasa di Balik Kos
Potensi
jasa yang ada di balik angka kos lah yang mempunyai arti penting. Perlu diingat
bahwa kos merupakan salah satu atribut untuk merepresentasi secara tepat
realitas kegiatan perusahaan. Di balik deretan angka-angka akuntansi terkandung
potensi jasa yang berwujud fisis maupun nonfisis. Potensi jasa tersebut adalah
daya, kemampuan, atau kapasitas lain yang kekuatannya paling tidak sama dengan
yang sebelumnya dimiliki perusahaan yang direpresentasi dalam bentuk kos.
Keterbatasan Informasi
Akuntansi
Informasi
akuntansi hanya merupakan sebagian dari informasi yang mungkin dibutuhkan untuk
pengambilan keputusan oleh pihak eksternal dan manajemen. Lebih dari itu,
walaupun segala pertimbangan dan kebijakann didasarkan pada data akuntansi
secara cukup mendalam, pada akhirnya keputusan yang dihasilkan akan
mencerminkan juga pengaruh data nonakuntansi dan akan diwarnai dengan hal-hal
yang sangat kualitatif dan subjektif seperti : tuntutan secara keseluruhan,
sasaran jangka pendek, selera pribadi, kepentingan umum, peraturan pemerintah,
alas an politik, dan sebagainya.
Kos Melekat
Konsep
ini menyatakan bahwa kos melekat pada objek yang direpresentasinya sehingga kos
bersifat mudah bergerak dan dapat dipecah-pecah atau digabungkan kembali
mengikuti objek yang dilekatinya.
Dasar pikiran konsep ini adalah
bahwa tujuan pengelemompokkan, pemecahan, dan penggabungkan kos adalah untuk
mengikuti aliran upaya dalam menyediakan produk dan jasa.
Kos melekat dilandasi oleh konsep
konsep kos yang disebut kos terkandung
(embodied cost) yaitu kos yang
benar-benar terkandung dalam suatu objek atau produs sebagai pasangan kos penggantian (displacement cost) yaitu kos seandainya objek tersebut tidak ada
dan harus diadakan sehingga maknanya sama dengan kos kesempatan.
Saat Pengakuan Nilai
Tambah
Secara
ekonomik, kegiatan perusahaan terdiri atas penggabungan berbagai factor
produksi untuk menghasilkan produk baru yang manfaatnya lebih tinggi. Tujuan
kegiatan akuntansi adalah mengikuti secara tepat pengubahan tersebut dengan
menggolongkan, memecah, dan mengikhisarkan kos bahan baku, kos tenaga kerja,
kos jasa mesin, dan kos factor produksi lainnya sehingga seluruh kos tersebut
secara bersama-sama akan membentuk kos produk (product cost). Konsep dasar ini mempunyai implikasi penting
terhadap saat pengakuan tambahan manfaat produk fisis yang dihasilkan.
Wadah Penggabungan
Dalam
mengikuti aliran fisis produksi, kos dipecah, dikelompokkan, dan kemudian
digabung kembali mengikuti unit fisis produk. Ini berarti bahwa kos digabungkan
dengan produk sebagai wadah atau penakar penggabungan. Setelah produk
diserahkan kepada pelanggan maka kos yang melekat pada unit produk yang telah
diserahkan akan mengukur biaya dan secara logis dapat disebut dengan kos barang
terjual (cost of goods sold).
Upaya dan hasil
Konsep
ini menyatakan bahwa biaya merupakan upaya dalam rangka memperoleh hasil berupa
pendapatan. Dengan kata lain, tidak ada hasil tanpa upaya. Secara konseptual,
pendpatan timbul karena biaya bukan sebaliknya pendapatan menanggung biaya.
Perlunya Basis Asosiasi
Aliran
kos keluar (dispositinoing price
greagates) merupakan pengukur upaya dan aliran kos masuk merupakan pengukur
hasil atau capaian (accomplishment). Ukuran keefektifan ini akan tepat apabila
hasil ditandingkan dengan upaya yang menimbulkan hasil tersebut. Dengan
demikian, diperlukanlah dasar asosiasi yang tepat dan rasional antara kedua
komponen tersebut agar laba mempunyai makna atau nilai sebagai pengukur kinerja
yang terandalkan.
Penakar Asosiasi Ideal
dan Praktis
Konsep
ini merupakan konsekuensi lebih lanjut dari konsep kontinuitas usaha bahwa
untuk menentukan kemanjuan perusahaan tidak perlu ditunggu nasib akhir
perusahaan itu terjadi. Penakar yang dimaksud ini tidak lain adalah dasar atau
wadah penandiangan antara biaya dan pendapatan.
Karena tidak semua kos mudah dikaitkan dengan
produk, akuntansi beralih kepada periode waktu sebagai penakar untuk dijadikan
dasar dalam menangingkan (matching)
kos yang telah dikorbankan (biaya) dan pendapatan. Periode akuntansi merupakan
penakar pengganti yang memang sudah dilaksanakan tetapi konsep dasarnya tetap
yaitu bahwa untuk mengukur laba yang tepat dalam suatu periode maka pendapatan
dari hasil penjualan sejumlah produk (atau jasa) harus ditandingkan dengan
biaya yang keluar dari kesatuan usaha untuk memperoleh pendapatan tersebut.
Laba Akuntansi versus
Ekonomik
Konsep
ini mempunyai implikasi terhadap interpretasi laba akuntansi. Dengan konsep
ini, laba dipandang sebagai residual atau selisih pengukuran dua elemen yang
berkaitan yaitu pendapatan dan biaya. Laba yang diperoleh dengan cara seperti
ini disebut dengan laba struktural atau formal. Disebut laba formal karena laba
diperoleh sebagai hasil penerapan ketentuan-ketentuan formal (dalam hal ini
adalah prinsip atau standar akuntansi). Karena perbedaan konsep dasar,
pengertian dan tujuan, laba akuntansi dapat berbeda maknanya. (bahkan memang
demikian) dengan laba ekonomik atau laba material yang sering digunakan dalam
ekonomika atau perpajakan. Namun demikian akuntansi juga meng upayakan agar
laba akuntansi sedapat-dapatnya merupakan representasi atau proksi laba
ekonomik.
Kos Aktual
Dalam
menandingkan upaya dengan hasil, akuntansi hanyalah membandingkan upaya yang
benar-benar telah dilakukan oleh suatu kesatuan usaha sehingga laba yang
diperoleh adalah selisih biaya dan pendapatan yang diukur dengan kos yang
sesungguhnya terjadi. Artinya, kos tersebut timbul karena transaksi, kejadian,
atau upaya yang nyata-nyata dilakukan. Untuk mengakui kos harus ada transaksi
masa lalu (past transaction). Dengan
kata lain, biaya sesungguhnya adalah biaya yang terjadi akibat suatu kegiatan
yang nyata (real) sehingga kos hipotesis atau asumsian (hypothetical atau imputed
cost) tidak diakui.
Asas Akrual atau Himpun
Karena
akuntansi mendasarkan diri pada konsep upaya dan hasil dalam menentukan
besarnya laba, akuntansi tidak membatasi pengertian biaya atau pendapatan pada
biaya yang telah dibayar atau pendapatan yang telah diterima. Akuntansi
menekankan substansi suatu kegiatan atau transaksi yang menimbulkan biaya dan
pendapatan. Artinya, akibat suatu transaksi tertentu yang telah terjadi (past events), berjalannya waktu sudah
dapat menjadi dasar untuk mengakui biaya atau pendapatan. Karena itu dalam
proses penandingan (matching),
akuntansi mendasarkan diri pada asas akrual bukannya tunai. Konsep dasar akrual
yang diajukan APB sebenarnya merupakan turunan konsep dasar ini.
Asas akrual adalah asas dalam
pengakuan pendapatan asas dalam pengakuan pendapatan dan biaya yang menyatakan
bahwa pendapatan diakui pada saat hak kesatuan usaha timbul lantaran penyerahan
barang atau jasa ke pihak luar dan biaya diakui pada saat kewajiban timbul
lantaran penggunaan sumber ekonomik yang melekat pada barang dan jasa yang
diserahkan tersebut.
Pengertian Depresiasi
Depresiasi
adalah biaya nyata bukan hipotesis. Depresiasi untuk suatu perioda harus
diperhitungkan dan diakui sebagai biaya karena jasa yang diberikan oleh asset
tetap tidak terjadi sekaligus pada saat pemerolehan atau pemberhentian asset
tersebut. Seluruh potensi jasa asset tetap (depresiasi total yang
direpresentasi oleh kos aset) jelas akan dimanfaatkan atau dipakai dengan cara
tertentu sampai jasa yang terkandung di dalamnya habis. Jadi, depresiasi adalah
bagian dari kos aset yang telah diperhitungkan sebagai biaya.
Kapasitas Menganggur
Biaya
depresiasi yang telah dihitung dengan metoda tertentu harus tetap merupakan
biaya untuk menghasilkan pendapatan walaupun perhitungan tersebut menimbulkan
atau bahkan menambah rugi operasi. Misalnya, suatu perusahaan membeli alat
pengangkutan (truk) dengan kapasitas angkut lima ton dan menentukan bahwa depresiasi didasarkan atas
metoda garis lurus. Masalahnya adalah kalau truk tersebut tidak selalu dipakai
atau mengangkut barang kurang dari lima ton, apakah biaya depresiasi harus
dikurangi?
Depresiasi total truk tersebut dapat
disamakan dengan kos sewa truk tersebut dengan tarif sewa atas dasar waktu
(misalnya tahun) dan seluruh kos sewa telah dibayar di muka. Walaupun truk
tersebut tidak dipakai atau dipakai di bawah kapasits, biaya sewa tiap tahun
tetap terjadi sebesar tariff (kos per tahun) yang telah disepakati dan
berapapun besarnya biaya ini akan tetap merupakan pengurangan pendapatan.
Meskipun tidak tertutup kemungkinan untuk memisahkan dalam laporan laba-rugi
bagian depresiasi tahun berjalan yang merepresentasi kapasitas menganggur.
Pos-pos Luar Biasa
Sebagai
konsekuensi konsep dasar kontinuitas usaha, konsep upaya dan hasil harus
dipandang dalam perspektif jangka panjang. Karena perhatian diletakkan pada daya
melaba, konsep upaya dan hasil tidak sekadar mengakibatkan pengakruan dan
penangguhan (accruing and deferring)
untuk perioda berjalan tetapi juga untuk jangka panjang. Untuk menentukan laba
periodic, konsep menandingkan (matching)
yang berorientasi jangka panjang akan memasukkan juga:
a.
Untung luar biasa (windfall gains) yaitu timbulnya atau
bertambahnya manfaat ekonomik atau aset yang terjadi tanpa upaya yang jelas dan
direncanakan.
b.
Rugi luar biasa (extraordinary losses) yaitu kehilangan
atau berkurangnya manfaat ekonomik atau aset yang terjadi akibat hal-hal yang
tidak ada hubungannya atau tidak mudah dihubungkan dengan upaya untuk
memperoleh hasil.
Perbedaan penyebab terjadinya laba atau rugi hanya
mengisyaratkan bahwa pemisahan dan penjelasan yang cukup diperlukan. Perbedaan
tersebut tidak mengisyaratkan bahwa pengaruh untung nonoperasi berbeda dengan
pengaruh pos-pos pendapatan lainnya terhadap kenaikan aset atau sebaliknya
bahwa pengaruh rugi nonoperasi berbeda dengan pengaruh rugi nonoperasi berbeda dengan
pengaruh pos-pos biaya lainnya terhadap penurunan aset. Pendefinisian laba
komprehensif dilandasi oleh konsep dasar ini.
Bukti Terverifikasi dan
Objektif
Konsep
ini menyatakan bahwa informasi keuangan akan mempunyai tingkat kebermanfaatan
dan keberandalan yang cukup tinggi apabila terjadinya data keuangan didukung
oleh bukti-bukti yang objektif dan dapat diuji kebenarannya
(keabsahannya/keautentikannya). Objektivitas bukti harus dievaluasi atas dasar
kondisi yang melingkupi penciptaan, pengukuran , dan penangkapan atau akuan
data akuntansi. Jadi, akuntansi tidak mendasarkan diri pada objektivitas mutlak
melainkan pada objektivitas relative yaitu objektivitas yang paling tinggi pada
waktu transaksi terjadi dengan mempertimbangkan keadaan dan tersedianya
informasi pada waktu tersebut.
Arti Penting Untuk
Pengauditan
Disamping
penting karena membantu dalam pencapaian karakteristik kualitatif informasi
yang tinggi, konsep bukti yang dapat diuji kebenarannya dan objektif itu
menjadi penting dalam kaitannya dengan pengauditan untuk menentukan kewajaran
statemen keuangan. Salah satu dari kriteria kewajaran adalah bahwa pos-pos
statemen keuangan didefinisi, diukur, dinilai, diakui, dan disajikan sesuai
dengan PABU. Untuk menentukan kesesuaian tersebut diperlukan adanya bukti yang
dapat diverifikasi dan dapat diandalkan.
Objektivitas Bukti
Bukti
hendaknya diartikan dalam arti luas dan substantif tidak sekadar bukti formal
dan material. Itulah sebabnya Sudibyo (2001) membedakan makna antara bukti audit (audit evidence) dan bahan
kebuktian (evidential matter).
Bukti menjadi basis rasional dalam melakukan pertimbangan (judgment).
Menverifikasi berarti membuktikan kebenaran, menguji
ketelitian suatu fakta, atau menguatkan/menyangkal suatu pernyataan. Bukti
adalah sarana untuk memastikan kebenaran atau memberikan pembuktian. Bukti yang
kuat adalah bukti yang dapat memberikan keyakinan tinggi akan kebenaran. Suatu
pernyataan. Bukti “terverifikasi” (yang dapat diverifikasi) adalah bukti yang
mempunyai sifat tertentu sehingga memungkinkan untuk menjadi bahan pembuktian
kebenaran pernyataan. “Objektif” berarti bahwa fakta yang diungkapkan oleh
suatu bukti tidak dipengaruhi oleh kepentingan pribadi (personal bias). Isitilah ini merupakan lawan kata “subjektif” yang
mengisyaratkan adanya unsur personal seperti mentalitas atau hasrat untuk
mengelabuhi yang mungkin mempengaruhi kekuatan bukti.
Objektivitas Relatif
Akuntansi
bukan ilmu pasti sehingga objektivitas bukti dalam akuntansi bersifat relative.
Kegiatan usaha tidak memungkinkan untuk menjadi bahan analisis laboratorium dan
tidak pula mengikuti rumus-rumus matematik. Dengan demikian fakta akuntansi
tidak akan selalu bersifat objektif penuh (conclusively
objective) dan dapat diverifikasi secara tuntas (completely verifiable).
Oleh karena itu, konsep objektivitas dalam
penciptaan data akuntansi adalah objektivitas yang disesuaikan dengan keadaan
yang ada pada saat penentuan fakta bukan objektivitas mutlak. Pengertian
“ditentukan secara objektif” adalah bukan alat pengukur yang hanya mempunyai
dua angka penunjuk yaitu positif atau negative, tidak ada interval di
antaranya. Bukti yang mendukung perlakuan akuntansi tertentu dapat bersifat
sepenuhnya objektif, secara meyakinkan objektif, secara meragukan objektif,
atau sama sekali tidak objektif. Dengan konsep relativitas bukti, fakta yang
paling objektif akan mendapat bobot paling tinggi untuk dipilih. Relativitas
yang sama juga berlaku untuk keterverifikasian bukti.
Objektivitas dan
Keterverifikasian Jangka Panjang
Bukti
yang paling kuat dan paling diinginkan adalah bukti yang sepenuhnya objektif.
Akan tetapi, bila persyaratan objektivitas semacam ini harus diikuti secara
mutlak dalam segala hal maka akuntansi akan menjadi berpandangan jangka pendek
dan bertentangan dengan konsep kontinuitas usaha. Misalnya, penentuan
depresiasi yang sepenuhnya objektif hanya dimungkinkan apabila suatu aset tetap
diberhentikan dari penggunaan untuk seterusnya. Demikian juga, penentuan
kerugian piutang yang sepenuhnya objektif hanya dimungkinkan apabila pelanggan
(customers) dinyatakan pailit oleh
pengadilan.
Dalam jangka panjang, ada risiko dari konsep
objektivitas relativ yaitu bahwa perlakuan akuntansi atas dasar bukti yang
tersedia sekarang menjadi tidak sesuai dengan keadaan dan fakta pada perioda
masa datang. Akan tetapi, kalau fakta (bukti) yang digunakan adalah yang
terbaik diperoleh (best abtainable)
maka tidak ada lagi yang dapat diperbuat pada waktu itu. Terbaik diperoleh
dapat mengecoh karena, “terbaik diperoleh” kadang-kadang digunakan dengan
pengertian tidak lebih dari “yang tergampang atau termurah diperoleh” (cheapest obtainable). Akuntansi
hendaknya berusaha untuk mendapatkan bukti yang terbaik tanpa mengorbankan
realibilitas. Namun, memperoleh bukti yang secara meyakinkan objektif juga
memerlukan kos yang tinggi.
Dapat disimpulkan bahwa konsep dasar bukti
terverifikasi dan objektif dalam akuntansi mengandung elemen variabilitas
sehingga tiap bukti mempunyai tingkat objektivitas. Tingkat objektivitas bukti
yang paling tinggi pada saat dan keadaan tertentu adalah yang terbaik asalkan
tujuan untuk memperoleh tingkat objektivitas yang tinggi tersebut tidak
bertentangan dengan konsep kontinuitas usaha. Informasi akuntansi yang
disajikan dalam statemen periodic diciptakan dan disediakan atas dasar
objektivitas jangka panjang. Dengan konsep dasar inik akuntansi dapat
menggunakan taksiran-taksiran dan aproksimasi sebagaimana konsep yang diajukan
dalam APB No. 4.
Asumsi
Asumsi
dalam daftar konsep dasar P&L sebenarnya bukan merupakan konsep dasar
tetapi lebih merupakan penjelasan bahwa keenam konsep dasar sebelumnya
merupakan asumsi atau didasarkan atas asumsi tertentu dengan segala
keterbatasannya. Berikut ini adalah beberapa contoh asumsi yang menjadi
landasan penalaran dalam memilih konsep yang relevan.
Kontinuitas Usaha
Konsep
kontinuitas usaha hanya dapat dibenarkan atas dasar pengalaman perusahaan pada
umumnya. Oleh karena itu, penerapan konsep ini dalam perusahaan tertentu adalah
semata-mata asumsi dan kenyataan ini harus tetap dipertimbangkan dalam proses
pelaporan. Tingkat kegagalan usaha adalah tingkat terutama untuk perusahaan
perseorangan yang kecil. Gejala kebangkrutan dalam masa berikutnya
kadang-kadang lebih menonjol dari pada pertumbuhan yang berlangsung terus.
Beberapa perusahaan yang baru didirikan tidak pernah menikmati kesuksesan usaha
dalam perioda selanjutnya sehingga dibubarkan segera.
Perioda Satu Tahun
Pelaporan
periodic dengan waktu sebagai wadah pengukuran adalah salah satu kebiasaan
penting dalam akuntansi. Untuk tujuan “penakaran” terhadap pendapatan dan biaya
yang menghasilkan pendapatan tersebut, interval waktu yang biasanya digunakan
adalah satu tahun, baik tahun kalender ataupun tahun buku fiskal. Untuk
perusahaan dagang dan perusahaan manufaktur pada umumnya, penggunaan perioda
sebagai penakar pengukuran adalah lebih unggul ditinjau dari segi kepraktisan
dibandingkan dengan penakar yang lain. Namun demikian, perlu diingat bahwa
terdapat keterbatasan statemen laba-rugi tahunan sebagai indikator kemajuan perusahaan
yang hidup terus. Sampai tingkat tertentu, indikator tahunan semacam itu
bagaimanapun baiknya selalu bersifat sementara (tentatif).
Kos Sebagai Bahan Olah
Penghargaan
sepakatan yang menjadi bahan oleh akuntansi didasarkan atas asumsi bahwa kos faktor
produksi yang diperoleh perusahaan menunjukkan nilai wajar pada saat
terjadinya. Asumsi dibalik penalaran tersebut adalah bahwa para pelaku ekonomi
bertindak rasional, suatu asumsi yang tidak selalu benar dalam tiap keadaan.
Acapkali terjadi bahwa pihak-pihak yang melakukan transaksi tidak bertindak
sepenuhnya mengikuti mekanisme pasar yang berlaku. Para pelaku transaksi
mungkin tidak mempunyai informasi yang sama atau tidak mempunyai kehendak yang
sama untuk melakukan transaksi. Sering juga terjadi bahwa transaksi dilakukan
dengan tidak bijaksana atau serampangan. Kalau para pihak tersebut sama sekali
tidak bebas melakukan keputusan, maka pertimbangan-pertimbangan nonekonomik
mungkin akan mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap objektivitas kos.
Daya Beli Uang Stabil
Konsep
bahwa jumlah rupiah yang tercatat akan tetap menunjukkan nilai dilandasi asumsi
bahwa daya beli uang adalah stabil sepanjang masa. Dalam perioda-perioda yang
mengalami inflasi cukup tinggi asumsi tersebut jelas tidak berlaku (valid) lagi
untuk tujuan-tujuan tertentu. Kebermanfaatan informasi akuntansi menghadapi
tantangan pada masalah ini. Namu, tidak berarti bahwa akuntansi sebagai
penyedia data dasar (basic quantitative
data) berupa kos historis menjadi berkurang fungsi dan kekuatannya.
Tujuan Mencari Laba
Konsep
pendapatan dan biaya sebagai aliran jumlah rupiah yang ditandingkan sebenarnya
mengandung asumsi bahwa pendapatan adalah objek yang dituju oleh upaya yang
diukur dengan kos. Dengan kata lain, perusahaan dipandang sebagai suatu
organisasi yang dibentuk untuk menghasilkan laba. Keinginan untuk menghasilkan
laba adalah karakteristik nyata yang melekat pada perusahaan-perusahaan
komersial pada umumnya. Memang benar bahwa kalau perusahaan dikelola oleh
pemerintahan tujuan mencari laba ditekan sampai minimal, namau demikian cukup
beralasanlah dalam hal ini untuk menganggap bahwa biaya harus terjadi atau
dikeluarkan untuk menghasilkan pendapatan guna menutup (mengkompensasi) biaya
tersebut dan bahwa prestasi dan kelangsungan hidup perusahaan harus dievaluasi
paling tidak atas dasar kemampuan pendapatan menutup biaya.
Konsep Dasar Lain
Konsep-konsep
dasar yang diuraikan oleh P&L di atas merupakan konsep-konsep dasar yang
terpadu dan lengkap sebagai landasan konseptual untuk merekayasa pelaporan
keuangan. Telah dibahas pula kaitan antara konsep-konsep dasar tersebut dengan
konsep dasar dari sumber lain yang berpaut. Berikut ini adalah beberapa konsep
yang belum dicakupi konsep dasar P&L dan cukup penting untuk dibahas.
Substansi Daripada
Bentuk
Konsep
ini menyatakan bahwa dalam menetapkan suatu konsep di tingkat perekayasaan atau
dalam menetapkan standar di tingkat penyusunan standar, akuntansi akan
menekankan makna atau substansi ekonomik suatu objek atau kejadian daripada
makna yuridisnya meskipun makna menghendaki atau menyarankan perlakuan
akuntansi yang berbeda.
Pengakuan Hak Milik
Pribadi
Konsep
ini menyatakan bahwa pengakuan hak milik pribadi harus dilindungi atau diakui
secara yuridis. Tanpa konsep ini, kesatuan usaha tidak dapat memiliki sumber
ekonomik atau aset. Pemilikan merupakan salah satu cara untuk memperoleh
penguasaan.
Dengan pengakuan hak milik pribadi ini, suatu
perlindungan harus diberikan kepada mereka yang memiliki hak atas suatu
kekayaan (property rights). Berdasarkan
Undang-Undang Dasar, beberapa kekayaan di Indonesia tidak dapat dimiliki secara
pribadi yaitu kekayaan alam yang menguasai hajat hidup orang banyak.
Keanekaragaman
Akuntansi Antar Entitas
Konsep
ini menyatakan bahwa perbedaan perlakuan (metoda) akuntansi antar kesatuan
usaha merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari karena perbedaan kondisi
yang melingkupi dan karakteristik kesatuan usaha individual. Keunikan kesatuan
usaha justru menghendaki perlakuan akuntansi yang berbeda agar informasi keuangan
lebih menggambarkan keadaan unit usaha yang sebenarnya.
Tentu saja, akuntansi juga menghendaki agar statemen
keuangan dapat saling diperbandingkan antar perusahaan dalam batas-batas yang
layak. Oleh karena itu, akuntansi tidak berusaha untuk menekankan keseragaman
mutlak (melalui akuntansi standardisasian atau standardized accounting) tetapi lebih menekankan pada penentuan
pedoman-pedoman umum yang memberikan keleluasaan untuk memilih perlakuan yang
paling sesuai dengan kondisi masing-masing kesatuan usaha dalam batas-batas
yang realistic sehingga pembandingan antar kesatuan usaha masih tetap
memberikan makna yang cukup berarti.
Konservatisma
Konservatisma
adalah sikap atau aliran (mazhab) dalam menghadapi ketidakpastian untuk
mengambil tindakan atau keputusan atas dasar munculan (outcome) yang terjelek dari ketidakpastian tersebut. Sikap
konservatif juga mengandung makna sikap berhati-hati dalam menghadapi risiko
dengan cara bersedia mengorbankan sesuatu untuk mengurangi atau menghilangkan
risiko.
Implikasi konsep ini terhadap pelaporan keuangan
adalah bahwa pada umumnya akuntansi akan segera mengakui biaya atau rugi yang
kemungkinan besar akan terjadi tetapi tidak mengantisipasi (mengakui lebih
dahulu) untung atau pendapatan yang akan dating walaupun kemungkinan terjadinya
besar.
Pengendalian Internal
Menjamin Keterandalan Data
Konsep
ini menyatakan bahwa sistem pengendalian internal yang memadai merupakan sarana
untuk mendapatkan keterandalan informasi yang tinggi. Konsep yang diajukan
Grady ini dilandasi penalaran bahwa objektivitas dalam akuntansi bukan
merupakan objektivitas mutlak dan akuntansi mengakui adanya taksiran-taksiran
sehingga keterandalan data hanya dapat dijamin kalau kesatuan usaha mempunyai
sistem pengendalian internal yang memadai. Oleh karena itu, pengendalian
internal juga merupakan salah satu bentuk bukti yang mendukung keterandalan,
objektivitas, dan keterverifikasian angka-angka akuntansi. Sebagai bukti,
auditor harus menilai (to assess)
struktur pengendalian internal kesatuan usaha yang diauditnya.
Manfaat Konsep Dasar
Walaupun
telah disinggung sebelumnya bahwa konsep dasar berfungsi melandasi penalaran
pada tingkat perekayasaan akuntansi, konsep dasar lebih banyak manfaatnya bagi
penyusun standar dalam berargumen untuk menentukan konsep, prinsip, metoda,
atau teknik yang akan dijadikan standar. Dalam tiap standar yang diterbitkan (Statement of Financial Accounting Standards),
misalnya, FASB menyertakan bagian yang disebut Basis Penyimpulan (Basis for
Conclusions atau Background
Information) yang di dalamnya terrefleksi konsep dasar yang dianut baik
secara eksplisit maupun implicit. P&L menegaskan bahwa penyusunan standar
harus dilandasi oleh pemikiran atau penalaran yang jelas dan jernih (hall-marks of clear thinking).
Gagasan di atas sejalan dengan apa yang dikatakan
Kam (1990) yang menyatakan bahwa praktik yang sehat harus dilandasi oleh teori
yang sehat pula (good practice is based
on good theory). Bahwa standar harus objektif dan tidak memihak (impersonal and impartial) berarti bahwa
standar harus bebas dari selera dan kepentingan pribadi atau kelompok.
Pemilihan istilah, misalnya, harus didasarkan atas pikiran yang jernih dan
kaidah kebahasaan yang baik bukannya atas selera seseorang yang berkuasa.
Demikian juga, standar akuntansi tidak harus tunduk pada apa yang nyatanya
dipraktikkan tetapi harus lebih berorientasi ke masa depan demi perbaikan
secara bertahap (gradual improvement).