PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
NAMA :
ADE DAMAYANTI
NPM :
10213129
KELAS :
2EA33
DOSEN :
SRI WALUYO
FAKULTAS EKONOMI JURUSAN MANAJEMEN
UNIVERSITAS GUNADARMA
2015
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-Nyalah saya dapat
menyelesaikan tugas PENDIDIKAN
KEWARGANEGARAAN ini tepat pada waktunya.Tugas PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN ini
disusun sebagai salah satu tugas perorangan pada Program Studi Universitas
Gunadarma di Bekasi.
Dalam menyusun tugas ini, saya banyak menerima bantuan baik
berupa nasehat, dan petunjuk dari berbagai pihak.Dalam kesempatan ini, saya
ingin menyampaikan terima kasih kepada Bpk.
Sri Waluyo selaku Dosen dan semua pihak yang sudah banyak membantu dalam
menyelesaikan tugas makalah ini.
Akhir kata, saya mengucapkan terima
kasih dan menyadari masih banyak kekurangan dari apa yang saya kerjakan, untuk
itu saya mengharapkan kritikan dan saran yang bersifat membangun agar
kedepannya menjadi lebih bagus dan sempurna.
PENULIS
(
ADE DAMAYANTI )
ISI
1.
SUMPAH PEMUDA
Bangsa Indonesia
pernah dijajah bangsa lain. Bangsa Belanda menjajah bangsa kita selama 350
tahun, bangsa jepang menjajah Bangsa Indonesia selama 3,5 tahun.
Pada zaman
penjajahan itu kehidupan bangsa Indonesia sangat menderita. Penduduk Indonesia
dipaksa kerja keras untuk kepentingan penjajah. Para penjajah sangat kejam.
Mereka tidak segan-segan menyiksa rakyat Indonesia. Bahkan, telah beribu-ribu
rakyat meninggal akibat kekejaman penjajah.
Bangsa Indonesia
dipecahbelah agar mudah dijajah. Penjajah juga mengadu domba rakyat Indonesia.
Karena bangsa Indonesia terpecah-pecah maka mudah sekali dijajah.
Semakin lama
rakyat Indonesia semakin pandai. Banyak tokoh berhimpun untuk membentuk
organisasi-organisasi. Mereka mulai menyadari akan pentingnya persatuan dan
kesatuan yang kokoh untuk melawan penjajah.
Para pemuda di
daerah-daerah bergabung membentuk perkumpulan untuk melakukan gerakan melawan
penjajah di daerahnya.mereka memperjuangkan daerah masing-masing dalam melawan
penjajah. Sehingga perjuangannya masih bersifat kedaerahan.
Organisasi pemuda yang pertama bernama Tri Koro
Darmo. Lalu, bermuculan organisasi pemuda yang lain seperti Jong Sumatranen
Bond, Jong Celebes, Jong Minahasa, dan Jong Ambon.
A.
Tri Koro Darmo
Sebelum Indonesia
merdeka, negara kita memiliki berbagai organisasi kepemudaan yang beranggotakan
para pemuda-pemudi Indonesia baik yang bersifat nasional maupun kedaerahan.
Gerakan pemuda Indonesia sebenarnya telah ada dimulai sejak berdirinya Budi
Utomo. Sebab para pendiri Budi Utomo, sebenarnya para pemuda yang masih menjadi
murid-murid STOVIA. Namun sejak kongresnya yang pertama, Budi Utomo telah
diambil oleh kaum priyayi (bangsawan) dan para pegawai negeri, sehingga para
pemuda kecewa lalu keluar dari Budi Utomo. Organisasi yang pertama kali
didirikan dikalangan pemuda ialah Tri Koro Dharmo (Tiga Tujuan Mulia).
Organisasi ini berdiri pada tanggal 7 Maret 1915 di Jakarta dr.R.Satiman
Wiryosandjoyo, Kadarman, Sunardi dan beberapa pemuda lainnya bermufakat untuk
mendirikan perkumpulan pemuda yang mana diterima sebagai anggota hanya
anak-anak sekolah menengah yang berasal dari pulau Jawa dan Madura. Perkumpulan
yang diberi nama Tri Koro Dharmo merupakan gerakan pemuda pertama yang
sesungguhnya. Pada tahun itu juga didirikan cabang di Surabaya. Pada mulanya
cabang Jakarta mempunyai lebih kurang 50 anggota. Majalah perkumpulannya juga
bernama Tri Koro Dharmo yang diterbitkan buat pertama kalinya pada tanggal 10
November 1915. Tujuan perkumpulan yakni mencapai Jawa-Raya dengan jalan memperkokoh
rasa persatuan antara pemuda Jawa, Sunda, Madura, Bali dan Lombok. Tri Koro
Dharmo berarti tiga tujuan yang mulia : sakti, budhi, bakti.[1] 1. Budi artinya
dengan kepribadian bangsa Indonesia mengusir kaum penjajah. 2. Bakti artinya
seluruh rakyat Indonesia punya kewajiban menyerahkan jiwa raga untuk membela
tanah air. 3. Sakti artinya dengan ilmu. [2] Dr.R.Satiman Wiryosanjoyo sebagai
ketua, dia adalah seoarang mahasiswa kedokteran dimana, pada tahun 1912 untuk
pertama kalinya ai menjadi berita, ketika dengan keras memprotes peraturan
tentang pakaian disekolah kedokteran di Batavia. Para pelajar Jawa waktu itu
diwajibkan mengenakan jarik (kain) dan udheng (ikat kepala). Sementara wakil
ketuanya adalah Sunardi Wongsonegoro dan sekretarisnya adalah Sutomo. Sementara
itu para anggotanya Muslich, Musodo, dan Abdul Rachman. Adapun tujuan Tri Koro
Dharmo adalah 1. Menimbulkan pertalian antara murid-murid bumi putera pada
sekolah menengah, kursus perguruan sekolah guru, dan sekolah kejuruan. 2.
Berusaha menambah pengetahuan para anggotanya 3. Membangkitkan dan mempertajam
perasaan buat segala bahasa dan budaya Indonesia, khususnya Jawa. [3] Tujuan
ini menyatukan dua prinsip dasar yang hidup di kalangan pemuda itu. Yang
pertama adalah perlunya edukasi, pengetahuan, pendidikan. Ini berarti
pertama-tama pengetahuan Barat yang merupakan prasyarat mutlak kemajuan
masyarakat Jawa. Pengetahuan mengenai ilmu dan teknologi Barat, pengetahuan
tentang bahasa-bahasa Eropa merupakan kunci kemajuan. Yang kedua adalah cinta
kepada budaya Jawa. Para pemuda priyayi itu menaruh hormat kepada tradisi Jawa,
budaya nenek-moyang yang pernah menjadi penguasa-penguasa perkasa kerajaan
Majapahit dan Mataram. Karena sifatnya yang sentris, Tri Koro Dharmo kurang
dapat berkembang. Dalam kongres pertama yang diadakan di Solo 12 Juni 1918,
nama Tri Koro Dharmo diubah menjadi Jong Java. Perubahan ini di maksudkan untuk
menghindari terjadinya perpecahan diantara para anggota Tri Koro Dharmo.
Kegiatan Jong Java ini berkisar pada masalah sosial dan kebudayaan, misalnya
pemberantasan buta huruf, kepanduan, kesenian. Jong Java tidak terjun dalam
dunia politik dan tidak pula mencampuri urusan agama tertentu. Bahkan para
anggotanya dilarang menjalankan politik atau menjadi anggota partai politik. Perubahan
nama Tri Koro Dharmo menjadi Jong Java tersebut dimaksudkan untuk mempermudah
kerjasama antara para pemuda pelajar Sunda, Madura, Bali dan Lombok. Dalam
kongres tersebut menghasilkan dua keputusan penting tentang ruang lingkup
keanggotaan dan nama organisasi serta mengenai kepengurusan. Adanya pendapat
yang sama dalam hasil kongres yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah
perubahan nama tersebut, dibutuhkan rasa solidaritas yang tinggi antar anggota,
agar tidak terjadi perselisihan diantara anggotanya. Maka Tri Koro Dharmo
diubah menjadi Jong Java, yang tidak merubah pendirian mereka untuk menyatukan
Jawa Raya, hanya saja nama dari perkumpulan pemuda ini berubah menjadi Jong
Java. Dengan berganti nama menjadi Jong Java organisasi ini mengalami kemajuan
dibidang keanggotaannya, namun dalam perkembangannya masih terasa adanya azas
kebudayaan Jawa Raya dengan menonjolkan kebudayaan Jawa Tengah. Tetapi hal
tersebut tidak berarti bahwa Jong Java tidak memperhatikan adanya kerja sama
dengan organisasi pemuda lain, karena diantara organisasi-organisasi yang ada
akan melakukan fusi untuk membentuk suatu persiapan menuju persatuan. Perubahan
nama tersebut menunjukkan perubahan yang positif karena perhatiannya akan
pentingnya pendidikan, kedudukan wanita, keolahragaan dan kepramukaan agar
semakin maju dan berkembang.[4] Pada tahun 1919 diadakan kongres ke II yang
diadakan di Yogyakarta yang dihadiri oleh banyak murid-murid Jawa dan sedikit
anggota yang tidak tidak berbahasa Jawa. Namun dalam kongres ini dibicarakan
beberapa hal besar antara lain: 1. Milisi untuk bangsa Indonesia 2. Mengubah
bahasa Jawa menjadi lebih demokratis 3. Perguruan tinggi 4. Kedudukan wanita
Sunda dan 5. Arti pendirian nasional Jawa dalam pergerakan rakyat. Menurut
anggaran dasar yang ditetapkan tahun 1920 pada kongres ke III, Jong Java
bertujuan mendidik para anggota supaya ia kelak dapat memberikan tenaganya
untuk pembangunan Jawa Raya dengan jalan mempererat persatuan, menambah
pengetahuan anggota serta berusaha menimbulkan rasa cinta akan budaya sendiri.
Dalam kongres ke V bulan Mei 1922 ditetapkan bahwa Jong Java tidak mencampuri
urusan politik, anggota-anggota dilarang menjalankan politik, atau menjadi
anggota perkumpulan politik. Jong Java menjauhkan dirinya dari medan aksi dan propaganda
politik. Diakui sebagai badan hukum oleh pemerintah setelah anggaran dasarnya
diubah dan disesuaikan dengan permintaan pemerintah tahun 1923. Perkembangan
gerakan politik ternyata juga menyeret Jong Java, Sehingga masalah ini menjadi
hangat dalam kongres ke-VII tahun 1924. Ada usul supaya Jong Java tetap tidak
dijadikan perkumpulan politik. Sikap ini disokong oleh H.Agus Salim yang
mencoba memasukkan soal agama dalam Jong Java dengan pendapat bahwa soal agama
ini adalah sangat besar pengaruhnya dalam mencapai cita-cita. Usul ini ditolak,
yang setuju berpolitik kemudian mendirikan Jong Islamieten Bond. Dengan agama
Islam sebagai dasar perjuangan. [5] Pada kongres Jong Java di Solo tahun 1926,
anggaran dasar organisasi diperbaiki, di mana cita-cita dan orientasi Jong Java
diarahkan untuk menghidupkan rasa persatuan dengan seluruh bangsa Indonesia,
serta mengembangkan kerja sama dengan semua organisasi pemuda dalam rangka
meningkatkan identitas ke Indonsia-an. Dalam tahun 1928, Jong Java berfungsi ke
dalam organisasi Perhimpunan Pelajar-pelajar Indonesia (PPPI). PPPI itu sendiri
dibentuk pada tahun 1926 oleh para mahasiswa Sekolah Tinggi Hukum
(Rectschogescool). PPPI berasas kebangsaan (nasionalisme), dan bertujuan untuk
memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia. Jasa terbesar PPPI adalah
memprakarsai persatuan dari seluruh organisasi atau perkumpulan kepemudaan
bangsa Indonesia melalui fusi. [6] Jong Java yang saat itu menjadi organisasi
besar dan mempunyai pengaruh yang besar pula terhadap perkembangan nasional,
maka fusi tersebut menjadi jalan awal untuk membentuk suatu kesatuan dan hasil
dari fusi ini salah satunya adalah tercetuskannya Sumpah Pemuda yang mempunyai
pengaruh besar atas simbol persatuan bangsa, karena Sumpah Pemuda tersebut
merupakan hasil dari pemikiran-pemikiran para pemuda yang sudah terorganisir
dan menjadi langkah awal persatuan Indonesia. Fusi yang dialakukan Jong Java
mempunyai pengaruh besar terhadap perkembangan nasionalisme, karena dengan
adanya fusi ini Jong Java tidak lagi berjuang sendiri untuk membentuk kesatuan,
meskipun Jong Java dengan adanya fusi ini dinyatakan bubar namun tidak serta
merta hilang bubar begitu saja, Jong Java tetap meneruskan tujuannya namun
dengan wadah yang berbeda yaitu Indonesia Muda. Aktifitas Jong Java terhadap
perkembangannya dapat di lihat dari keikutsertaannya dalam fusi yang tujuannya
unutuk membentuk persatuan Indonesia yang labih megarah ke politik untuk
mencapai kemerdekaan dan lepas dari Belanda. Sejalan dengan munculnya Jong Java
berdiri pula perkumpulan-perkumpulan pemuda yang berdasarkan kedaerahannya
seperti Pasudan, Jong Sumatranen Bond, Jong Minahasa, Jong Ambon dan Jong
Celebes (Sulawesi) yang kesemuanya bercita-cita ke arah kemajuan Indondesia,
terutama kemajuan budaya dan daerah masing-masing. Pada tahun 1929, Jong Java
dibubarkan dan kemudian diganti dengan Indonesia Muda. Hal ini menandakan
adanya perubahan cita-cita dan orientasi dari regionalisme menuju nasionalisme
yang sebenarnya.[7]. Perkembangan Indonesia Muda juga menjadi perkembangan dari
semua organisasi kepemudaan yang telah melebur menjadi satu seperti Jong Java,
tujuan Indonesia Muda mempererat persatuan dikalangan pelajar-pelajar, dan
untuk mencapai tujuan ini Indonesia Muda berusaha memajukan rasa saling
menghargai dan memelihara persatuan, meskipun para anggota dari Indonesia Muda
tidak berpolitik namun itu hanya kedok untuk mempertahankan Indonesia Muda
untuk mewuudkan cita-cita persatuan.
b. Jong
Sumatranen Bond
adalah perkumpulan yang
bertujuan untuk mempererat hubungan di antara murid-murid yang berasal dari Sumatra, mendidik pemuda
Sumatra untuk menjadi pemimpin bangsa serta mempelajari dan mengembangkan
budaya Sumatra. Perkumpulan ini didirikan pada tanggal 9
Desember 1917 di Jakarta. JSB memiliki enam
cabang, empat di Jawa dan dua di Sumatra, yakni di Padang dan Bukittinggi.[1] Beberapa tahun
kemudian, para pemuda Batak keluar dari perkumpulan ini dikarenakan dominasi pemuda Minangkabau dalam
kepengurusannya. Para pemuda Batak ini membentuk perkumpulan sendiri, Jong
Batak.
Kelahiran JSB pada mulanya
banyak diragukan orang. Salah satu diantaranya ialah redaktur surat kabar Tjaja
Sumatra, Said Ali, yang mengatakan bahwa Sumatra belum matang bagi sebuah
politik dan umum. Tanpa menghiraukan suara-suara miring itu, anak-anak Sumatra
tetap mendirikan perkumpulan sendiri. Kaum tua di Minangkabau menentang
pergerakan yang dimotori oleh kaum muda ini. Mereka menganggap gerakan modern
JSB sebagai ancaman bagi adat
Minang.
Aktivis JSB, Bahder Djohan menyorot perbedaan persepsi antara dua generasi ini pada
edisi perdana Jong Sumatra.
Jong Sumatra terbit pertama kali pada bulan
Januari 1918. Dengan jargon Organ van Den Jong Sumatranen Bond, surat
kabar ini terbit secara berkala dan tidak tetap, kadang bulanan, kadang
triwulan, bahkan pernah terbit setahun sekali. Bahasa Belanda merupakan bahasa mayoritas
yang digunakan kendati ada juga artikel yang memakai bahasa Melayu. Jong Sumatra dicetak di Weltevreden, Batavia, sekaligus pula kantor redaksi dan
administrasinya.
Mulanya, dewan redaksi Jong Sumatra juga merupakan
pengurus (centraal hoofbestuur) JSB. Mereka itu adalah Tengkoe Mansyur
(ketua), A. Munir Nasution (wakil ketua), Mohamad Anas (sekretaris I), Amir
(sekretaris II), dan Marzoeki (bendahara), serta dibantu beberapa nama lain.
Keredaksian Jong Sumatra dipegang oleh Amir, sedangkan administrasi ditangani
Roeslie. Mereka ini rata-rata adalah siswa atau alumni STOVIA serta sekolah pendidikan Belanda lainnya. Setelah beberapa edisi, keredaksian Jong
Sumatra dipisahkan dari kepengurusan JSB meski tetap ada garis koordinasi.
Pemimpin redaksi pertama adalah Mohammad Amir dan pemimpin perusahaan dijabat Bahder Djohan.
Surat kabar Jong Sumatra memainkan peranan penting
sebagai media yang menjembatani segala bentuk reaksi atas konflik yang terjadi.
Dalam Jong Sumatra edisi 12, th 1, Desember 1918, seseorang berinisial Lematang
mempertanyakan kepentingan kaum adat. Sambutan positif juga datang dari Mohamad Anas, sekretaris JSB. Anas mengatakan dengan lantang bahwa bangsa Sumatra sudah
mulai bangkit dari ketidurannya, dan sudah mulai memandang keperluan umum.
Sumatra memang dikenal banyak menghasilkan jago-jago
pergerakan, dan banyak di antaranya yang mengawali karier organisasinya melalui
JSB, seperti Mohammad Hatta dan Mohammad Yamin. Hatta adalah bendahara JSB di Padang
1916-1918. Kemudian ia menjadi pengurus JSB Batavia pada 1919 dan mulai
mengurusi Jong Sumatra sejak 1920 hingga 1921. Selama di Jong Sumatra inilah
Hatta banyak menuangkan segenap alam pikirannya, salah satunya lewat karangan
berjudul “Hindiana” yang dimuat di Jong Sumatra no 5, th 3, 1920.
Sedangkan Mohammad Yamin adalah salah satu putra Sumatra yang paling dibanggakan. Karya-karyanya yang
berupa esai ataupun sajak sempat merajai Jong Sumatra. Ia memimpin JSB pada
1926-1928 dan dengan aktif mendorong pemikiran tentang perlunya bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa persatuan.
Kepekaan Yamin meraba pentingnya bahasa identitas sudah mulai terlihat dalam
tulisannya di Jong Sumatra no 4, th 3, 1920. Jong Sumatra berperan penting
dalam memperjuangkan pemakaian bahasa nasional, dengan menjadi media yang
pertama kali mempublikasikan gagasan Yamin, mengenai bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan.
c. Jong
Celebes
Jong Celebes adalah organisasi
pemuda yang menghimpun para pemuda pelajar yang
dari Selebes atau Pulau Sulawesi. Maksud dan tujuannya ialah mempererat
rasa persatuan dari tali persasudaraan di kalangan pemuda pelajar yang
berasal dari Pulau Sulawesi. Tokoh-tokohnya misalnya Arnlod Monotutu,
Waworuntu, dan Magdalena Mokoginta (yang kemudia dikenal dengan Ibu Sukanto,
Kepala Kepolisian Wanita Negara RI pertama).
d. Jong Minahasa
Pemuda minahasa juga membentuk
organisasi pemuda namanya Jong Minahasa. Organisasi ini didirikan pada tahun
1914 di Jakarta. Masih banyak organisasi pemuda Indonesia yang bermunculan saat
itu seperti Jong Ambon dan Jong Batak.
Meskipun telah membentuk
organisasi, namun perjuangan mereka selalu gagal. Hal ini disebabkan perjuangan
mereka masih bersifat kedaerahan. Jong Java hanya berjuang untuk pulau Jawa.
Jong Sumatranen Bond hanya berjuang untuk pulau Sumatera. Jong Celebes berjuang
untuk pulau Sulawesi. Begitu pula Jong Minahasa, Jong Batak dan organisasi
pemuda yang lain.
Akhirnya pada tanggal 30 April
sampai dengan 2 mei 1926 mereka mengadakan rapat di Jakarta. Pesertanya adalah
para pemuda dari Jong Java, Jong Ambon, Jong Sumatranen Bond, dan organisasi
pemuda dari seluruh wilayah Indonesia.
Mereka menyadari bahwa
organisasi-organisasi dari berbagai pulau di Indonesia perlu bersatu.oleh sebab
itu, para pemuda dari berbagai daerah mengdakan rapat akbar yang disebut dengan
Kongres Pemuda Indonesia I. mereka membentuk persatuan dan kesatuan yang lebih
besar dan bersifat nasional.
Tujuan Kongres Pemuda Indonesi
I untuk membentuk sebuah organisasi pemuda yang lebih besar yang dapat
menyatukan seluruh pemuda di Indonesia. Rapat dalam Kongres itu di pimpin oleh
seorang pemuda yang bernama M. Tabrani, meskipun dalam kongres itu belum
berhasil mendirikan organisasi pemuda secara nasional, mereka tetap berusaha. Mereka
tidak pernah putus asa. Akhirnya, pada tanggal 28 Oktober 1928 mereka berhasil
mengadakan Kongres Pemuda II. Dalam Kongres Pemuda II inila mereka berhasil
mencetuskan Sumpah Pemuda.
|
Kongres Pemuda II diawali pada bulan Juni1928. Pada waktu
itu para pemuda membentuk sebuah panitia yang bertugas mempersiapkan Kongres
Pemuda II. Panitia itu diketuai oleh Sugondo Joyopuspito dengan dibantu oleh
Muhammad Yamin, Amir Syarifudin, dan Joko Marsaid.
Kongres Pemuda II dilaksanakan pada tanggal 27-28
Oktober 1928. Kongres itu dihadiri oleh sekitar 750 utusan dari berbagai
organisasi pemuda di Indonesia. Dengan semangat nasional yang tinggi, mereka
mengikuti kegiatan kongres.
Ada tiga kali rapat dalam kongres itu. Rapat pertama
dilaksanakan di Gedung Pemuda Katolik. Rapat yang kedua dilaksanakan di Jalan
Merdeka Utara No.14, dan rapat yang ketiga di Gedung Sumpah Pemuda Jakarta.
Dalam rapat itu juga disepakati adanya lagu
kebangsaan Indonesia, yaitu lagu Indonesia Raya. Lagu itu diciptakan oleh W.R.
Supratman. Beliau adalah seorang wartawan dan pecipta lagu. Di sela-sela siding,
W.R. Supratman tampil membawakan lagu itu dengan gesekan biolanya.
REFERENSI
1.
CV. BINTAN
MAKMUR ABADI BUKU LKS KELAS 3 SEKOLAH DASAR SEMESTER 1
2.
CV. BINTAN
MAKMUR ABADI BUKU PAKET KELAS 3 SEKOLAH DASAR SEMESTER 1
3.
http://wartasejarah.blogspot.com/2014/06/gerakan-kepemudaan-tri-koro-dharmojong.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar