Kamis, 24 April 2014

TUGAS SOFTSKILL BAHASA INGGRIS 2



NAME`                  : ADE DAMAYANTI
NPM                      : 10213129
CLASS                    : 1EA33          
BAHASA INGGRIS
1.       Can you speak arabic?
Answer : She asked me if I could speak arabic
2.       Will you be at the meeting tomorrow?
Answer : tomy asked me if I would be at the meeting the next day

TULISAN SOFTSKILL BAHASA INGGRIS 2



NAME                   : ADE DAMAYANTI
NPM                      : 10213129            
CLASS                    : 1EA33
TULISAN BAHASA INGGRIS
DIRECT AND DIRECT IN QUESTION STATEMENT
Direct questions are the “normal” questions that we can ask to friends, family members, and people who we know well. You can form direct questions using the QUASM model that we learned last lesson.
Example of a direct question:
“Where’s the bathroom?”
Indirect questions are a little more formal and polite. We use them when talking to a person we don’t know very well, or in professional situations, and their form is a little different.
Example of an indirect question:
“Could you tell me where the bathroom is?”
Direct and Indirect Questions in English: Examples
Direct: Where is Market Street?
Indirect: Could you tell me where Market Street is?
In indirect questions with is/are, the verb (is) comes after the subject (Market Street).

Direct What time does the bank open?
Indirect: Do you know what time the bank opens?
In indirect questions, we don’t use the auxiliary verbs do/does/did. Also, you can see that the verb is “open” in the direct question, and “opens” in the indirect question.

Direct: Why did you move to Europe?
Indirect: I was wondering why you moved to Europe.
Again, there is no auxiliary verb did in the indirect question. In fact, this indirect question isn’t even a question – it’s more of a statement that invites the other person to give more information.

Direct: How has he managed to get in shape so quickly?
Indirect: Do you have any idea how he’s managed to get in shape so quickly?
The auxiliary verbs have and has can be used in both the direct and indirect questions – but in the direct question, “has” comes before the subject (he), and in the indirect question, “has” comes after the subject.

Direct: How much does this motorcycle cost?
Indirect: I’d like to know how much this motorcycle costs.
To form the indirect question, remove does and change “cost” to “costs.”

Direct: Can you finish the project by tomorrow?
Indirect: Would it be possible for you to finish the project by tomorrow?
For direct questions with can, we can use the phrase “would it be possible…” to make it indirect.

Direct: Can we change the meeting to Thursday?
Indirect: Is there any chance we could change the meeting to Thursday?
“Is there any chance…” is another option for forming indirect questions with can.

Yes/No Direct Questions –> “If” in Indirect Questions
If the direct question is a “yes or no” question (it has no question word such as what, who, when, where, why, or how), then the indirect question will have if.
Direct: Does Tom like Italian food?
Indirect: Do you know if Tom likes Italian food?
Direct: Are your parents joining us for dinner?
Indirect: Could you tell me if your parents are joining us for dinner?
Direct: Do they speak English?
Indirect: I was wondering if they speak English.
Direct: Has Barbara ever studied abroad?
Indirect: Do you have any idea if Barbara’s ever studied abroad?
Direct: Do you plan on traveling this summer?
Indirect: I’d like to know if you plan on traveling this summer.
- See more at: http://www.espressoenglish.net/direct-and-indirect-questions-in-english/#sthash.sSabuoMC.dpuf

Sabtu, 12 April 2014

PERJUANGAN SEORANG PAHLAWAN

Pahlawanku, Riwayatmu kini (mengenaskan)

Written By Fajar Fuzhu on Sunday, May 12, 2013 | Sunday, May 12, 2013

Metrotvnews.com, Lamongan: Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawan. Begitulah kata Bung Karno, bapak proklamator sekaligus presiden pertama RI. Namun, apa yang telah terjadi kini. Bahkan, pada Hari Pahlawan yang jatuh pada Sabtu (10/11) 2007. Setelah 62 tahun Indonesia merdeka, tak sedikit para vetaran perang kemerdekaan yang hidup menderita.
Sebut saja Silam. Lelaki tua yang tinggal di Desa Pelang, Kecamatan Kembangbahu, Lamongan Jawa Timur, menjadi tukang sapu di gereja dan Balai Desa Pelang. Untuk itu, ia mendapatkan upah sebesar Rp 20 ribu hingga Rp 30 ribu per bulan. Tak banyak memang. Namun, bisa untuk tambahan uang pensiunnya sebesar Rp 600 ribu per bulan.
Meski demikian, Silam cukup bangga dengan apa yang dilakukannya. Pada usianya yang menjelang satu abad, ia tetap tidak membebani orang lain. Silam hanyalah satu potret para veteran yang tidak mengharapkan penghargaan untuk perjuangan mereka meski di masa lalu telah mempertaruhkan nyawa untuk kemerdekaan.
Liputan6.com, Jambi: Bangsa besar adalah bangsa yang menghormati pahlawannya. Mungkin pemeo ini kurang melekat di negeri ini. Parahnya lagi para pejuang yang telah berkorban dengan keringat dan darah seolah terlupakan. Kehidupan ratusan veteran perang di sejumlah daerah sungguh memprihatinkan.
Kopral Gunawan mungkin dapat menjadi contoh potret buram itu. Di tengah kemeriahan peringatan hari ulang tahun kemerdekaan ke-62 Republik Indonesia bekas pejuang ini terlupakan. Kini di usia 80 tahun, Gunawan harus bekerja sebagai sopir alat berat di Jambi.
Sewaktu muda dia berjuang di kesatuan kompi Merdeka Resimen Sumatera era 1948. Gunawan menjadi teknisi berbagai alat perang untuk mengusir penjajah Belanda yang membonceng NICA (Netherland Indie Civil Administration) dari daratan Sumatra bagian Tengah.
Meski sejumlah dokumen menyatakan pejuang, Gunawan tetap tak dapat mencicipi dana pensiun veteran. Dilupakan negara tidak menyurutkan hidupnya. Gunawan juga tak mau berpangku tangan. Dia bertekad terus berjuang seumur hidup untuk membangun negeri ini.
Liputan6.com, Solo: Nasib para pejuang kemerdekaan ternyata tak selalu memperoleh penghargaan dan penghidupan yang layak. Seperti yang dialami Samsuri. Veteran kemerdekaan yang sudah berusia 91 tahun ini terpaksa harus mengetuk pintu-pintu kantor untuk menyambung hidup.
Meski sudah tua, langkah Samsuri terlihat masih tegap. Sikap dan atributnya masih sama seperti saat dia aktif sebagai pejuang di front Ambarawa, Jawa Tengah. Namun, dia kini tak lagi memanggul senjata. Pria tua ini kemana-mana membawa sejumlah barang dagangan, seperti permen jahe dan jamu-jamuan. Dia terpaksa mengumpulkan rupiah demi rupiah karena tunjangan pensiunnya tak seberapa."Belum lagi dipotong untuk bank," kata Samsuri.
Namun, Samsuri masih memiliki patriotisme. Dengan caranya sendiri dia mengingatkan arti perjuangan kemerdekaan 62 tahun silam. Inilah jalan hidup Samsuri setelah melawan penjajah. Kini dia harus melawan kebutuhan perut dan usia yang terus merayap secara pasti.
Sementara itu, sekelompok warga Jakarta yang ingin menyelami lagi kegiatan para pejuang melakukan acara napak tilas. Kegiatan dimulai dengan perjalanan mobil buick. Mobil keluaran tahun 1939 itu pernah menjadi mobil Presiden pertama Indonesia, Soekarno. Karena itu penumpangnya pun berdandan ala Bung Karno dan Bung Hatta.
Peserta lain, termasuk para veteran dan pelajar bergaya seperti pejuang kemerdekaan. Dengan mengendarai sepeda ontel mereka menyusuri Jalan Menteng Raya menuju Tugu Proklamasi, Jakarta Pusat. Bagi para veteran, napak tilas menjadi momentum untuk meningkatkan semangat nasionalis para generasi muda. Apabila para pejuang dahulu tidak meraih kemerdekaan tentu kini generasi muda harus berjuang mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan Idonesia.
Liputan6.com, Makassar: Hidup adalah perjuangan. Setidaknya inilah yang dirasakan Andi Djemma, seorang veteran perang kemerdekaan RI. Pada masa penjajahan, Andi dan rekan-rekannya bertaruh nyawa merebut kemerdekaan. Kini setelah 61 tahun sejak Soekarno membacakan teks proklamasi, Andi tetap harus berjuang melawan kemiskinan dan penggusuran. "Tidak dihargai veteran!" kata Andi di Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (17/8).
Andi adalah Wakil Ketua Legiun Veteran Cabang Kota Makassar. Dua tahun silam, Andi dan rekan-rekannya sesama veteran harus digusur dari rumahnya yang ditempati sejak 1947. Setelah rumah mereka dibongkar, kini Andi Jemma bersama sekitar 20 anggota veteran lainnya terpaksa tinggal di tanah wakaf Pemerintah Kota Makassar. Di atas tanah bekas rawa itulah Andi dan rekan-rekannya menghabiskan masa tua. "Saya tidak cerita yang tidak benar, saya dosa [jika bohong]," kata Andi yang masih lantang walau giginya tinggal beberapa.
Di balik balutan kulitnya yang telah keriput, patriotisme Andi masih berkobar. Mengenakan baju beserta atribut veteran, Andi merayakan Agustusan bersama warga lain. Rumahnya yang terbuat dari seng pun tak ketinggalan dengan hiasan bendera Merah Putih.
Andi boleh jadi cuma salah satu sempalan warga Indonesia yang masih terjajah kemiskinan. Masih banyak warga lain yang kurang beruntung seperti dia. Bahkan di Jakarta yang notabene pusat pemerintahan, kemerdekaan tak bisa dinikmati seratus persen oleh warga Ibu Kota. Ini dialami Maryati dan Suwarna. Bersama orang tua tak mampu lainnya, mereka hanya sanggup "menyekolahkan" anaknya di Kelompok Belajar Sekar Bangsa di Kampung Marlina, Muara Baru, Jakarta Utara.
Jeratan persoalan ekonomi juga membuat Suwarna tak sanggup menyekolahkan anak bungsunya. Seorang anaknya yang sudah lulus sekolah menengah atas juga tak bisa bekerja karena ijazahnya belum diambil.
Merdeka dari belenggu ekonomi pula yang diinginkan Daeng Soreh. Pencari rajungan ini tak satu pun dari tujuh anaknya yang lulus sekolah.
Nasib Maemunah kurang lebih sama. Tiap Agustus, dia hanya bisa mengenang rumahnya di Jembatan Besi, Jakarta Utara. Rumah yang dia beli Rp 5 juta itu digusur untuk proyek pembangunan pusat perbelanjaan. Kini, dia melanjutkan hidup dengan mengontrak rumah.
Liputan6.com, Jakarta: Perayaan Hari Ulang Tahun ke-61 RI menjadi hari yang ditunggu khususnya bagi sejumlah veteran perang. Di hari itu mereka rutin menerima santunan dari dermawan. Seorang di antara mereka adalah Syarifudin. Dengan sebelah kaki akibat terkena pecahan mortir saat agresi Belanda, Syarifudin bersusah payah mendatangi acara yang digelar untuk veteran itu di Jakarta, baru-baru ini.
Tak sia-sia, veteran perang berusia 77 tahun itu mendapat sebuah bingkisan berisi mi instan, beras, dan minyak goreng. Ketika hendak pulang, SCTV menawarkan tumpangan bagi Syarifudin untuk diantarkan ke rumahnya di kawasan Cakung, Jakarta Timur.
Sesampainya di rumah, dengan suka cita bingkisan itu diberikan kepada istri tercinta. Bantuan itu terasa sangat berharga mengingat sebagai veteran, Syarifudin cuma mendapat tunjangan Rp 20 ribu per bulan. Jumlah ini tidak cukup, bahkan untuk menutup sewa kontrakan sekali pun.
Syarifudin hanyalah seorang dari ribuan veteran yang menjadi bagian masa silam. Hingga kini dia tak pernah mengecap hidup cukup layak. "Kalo cacatnya berat, [mendapat] sejuta," ujar Syarifudin.
Kondisi lebih baik dialami Palewangi. Mantan anggota Laskar Kebangkitan Rakyat Indonesia Sulawesi ini sebulan mendapat Rp 500 ribu. Tapi ia masih harus mencari tambahan dengan cara menggarap ladangnya
Liputan6.com, Jombang: Kemerdekaan bangsa Indonesia yang genap 60 tahun ternyata belum dirasakan sepenuhnya oleh Mardan, 77 tahun, veteran perang di Jombang, Jawa Timur. Kesulitan ekonomi terus menderanya karena uang pensiun tidak juga didapat. Untuk menyambung hidup, Mardan sempat menjadi pengayuh becak. Kini di usia tuanya, Mardan menghidupi keluarganya dengan membuat kerajinan seni dari bahan bambu
Baru-baru ini, SCTV berkunjung ke rumah Mardan. Tidak terlalu sulit mencari rumah veteran yang menjadi saksi mata perobekan bendera Belanda di Hotel Oranye Surabaya ini. Ia tinggal di Desa Mancilan, Kecamatan Mojoagung. Di rumah berdinding bambu yang sudah lapuk, Mardan tinggal bersama istrinya, Sutami.
Untuk menyambung hidup, Mardan sempat menjadi pengayuh becak selama 30 tahun. Profesi ini digeluti hingga 1988. Saat fisiknya tidak kuat lagi, becak ditinggalkan. Sebenarnya, bisa saja Mardan menggantungkan hidup kepada anak-anaknya. Namun, Mardan lebih memilih membiayai dirinya dan istri dengan melukis, membuat kuda lumping dan kerajinan lain.
Hasil yang didapat tentu saja tidak seberapa. Lukisan yang dibuatnya hanya dapat dijual seharga Rp 25 ribu per buah. Untuk menambah penghasilan, Mardan juga membuat kipas anyaman meski tidak terlalu laku dijual.
Sepertinya, perjuangan tidak pernah berakhir untuk Mardan. Tetapi anggota Laskar Perjuangan Indonesia ini bukan berjuang untuk kemerdekaan sebuah negeri bernama Indonesia melainkan berjuang untuk mendapatkan haknya. Hak mendapatkan pensiun, sebagai bentuk penghargaan pemerintah dan negara untuk pejuang yang pernah menggadaikan nyawanya untuk sebuah kemerdekaan. Ironis, permohonan uang pensiun yang diajukan sejak 1993 hingga kini belum juga dikabulkan. "Katanya tinggal SK (surat keputusan). Tapi sampai sekarang belum ada tanda-tanda," tutur Mardan.
Jakarta - Veteran pejuang kemerdekaan Indonesia meminta perhatian dari pemerintah mengenai tunjangan veteran (tuvet) yang mereka terima. Tunjangan yang mereka dapatkan selama ini bahkan jumlahnya lebih kecil dari upah minimum provinsi (UMP) DKI Jakarta. "Guru SD saja Rp 1,7 juta (tunjangannya-red). Veteran pejuang kemerdekaan hanya dikasih Rp 600 ribu. Padahal UMP saja sudah Rp 820 ribu.
Ini kan melecahkan," keluh mantan pejuang Trikora dan Dwikora, Wimo Sumanto, di Tugu Proklamasi, Jl Proklamasi, Jakarta Pusat, Minggu (17/8/2008). Wimo hadir di Tugu Proklamasi beserta puluhan veteran lainnya untuk memperingati hari kemerdekaan Indonesia yang ke-63. Wino datang mengenakan pakaian dinas warna hijau lengkap dengan lencana serta penghargaan yang pernah diterimanya selama bertugas.
Menurut pria yang telah berumur 79 tahun ini, mereka menyayangkan apresiasi dari pemerintah yang tidak sepadan dengan perjuangan yang telah diberikan untuk bangsa ini. Lebih lanjut Wino menjelaskan kalau kejadian seperti ini selayaknya tidak terjadi lagi di era kemerdekaan. "Kemerdekaan itu benang emas. Harusnya untuk menuju rakyat dan bangsa Indonesia punya hidup yang lebih baik," tegasnya. Wino kemudian menimpakan kesalahan kondisi ini terhadap para koruptor yang dinilainya semakin merajalela. "Koruptor-koruptor merajalela dan merusak ekonomi rakyat. Kehidupan rakyat itu dalam keadaaan yang prihatin sekali. Sengsara akibat ratusan triliun dikorupsi," pungkasnya.
SUDAH 63 tahun Indonesia merdeka yang diperoleh dengan penuh pengorbanan harta, darah dan air mata, bahkan nyawa pun dikorbankan para pejuang. Tetapi sangat disesalkan nasib para veteran di Kabupaten Padanglawas semakin dipinggirkan.
Demikian ungkap sejumlah anggota veteran di Kecamatan Barumun, Kabupaten Padanglawas kepada Waspada, Senin (18/8) usai menghadiri Upacara peringatan HUT ke-63 kemerdekaan RI di Lapangan MTs N Sibuhuan.
H. Paet Lubis, 83, anggota Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) Ranting Barumun mengatakan, sedih melihat nasib para veteran pejuang kemerdekaan saat ini yang semakin dipinggirkan dan diabaikan.
Sebagai pejuang yang ikut menaikkan Merah Putih di Sibuhuan, dan sebagai Tentara Keselamatan Rakyat (TKR) serta aktif sebagai militer Republik Indonesia sejak pendudukan Jepang 1942 ini mengatakan, dari tahun ke tahun perhatian dan penghargaan pemerintah kepada pejuang/ veteran semakin menipis.
"Saya benar-benar sedih melihat nasib pejuang dan veteran saat ini. Dalam sisa hidupnya semakin memprihatinkan, lebih sedih lagi melihat pemimpin-pemimpin bangsa yang hidup dan menikmati kemerdekaan ini di atas tengkorak-tengkorak para pejuang yang telah mengorbannya nyawanya untuk mencapai kemerdekaan," katanya.
Seiring dengan dilaksanakannya Pilkada Padanglawas Oktober nanti, diharapkan muncul pemimpin yang benar-benar punya perhatian terhadap orang tua dan veteran Padanglawas.
Hal senada juga disampaikan Abdullah Sani Nasution, 81, Ketua Ranting LVRI Sibuhuan, Kecamatan Barumun. Sejak beberapa tahun belakangan perhatian dan penghargaan pemerintah terhadap para pejuang kemerdekaan semakin tipis.
"Kita menghargai mantan Camat Barumun, Basyrah Lubis, SH yang semasa kepemimpinannya memperhatikan nasib para Veteran. Setiap tahun usai upacara selalu menjamu para veteran, sekaligus memberi penghargaan," katanya.
Dikatakan, saat ini di Kecamatan Barumun, hanya 13 lagi veteran yang masih hidup, itupun sudah tua renta dan sakit-sakitan. Kini hanya lima orang yang ikut menghadiri peringatan HUT ke-63 RI, termasuk Abdullah Sani, 81, H. Paet Lubis, 83, Muhammad Nuh Hasibuan, 82, Palit Harahap, 78 dan Usman Silalahi, 81.
Sementara yang tidak ikut menghadiri upacara Yahya Harahap, 81, Herman Hasibuan, 80, Marsidin, 80, H. Nukman, 80, H. Baharuddin, 80, H. Mukhtar, 78, Sitiroin, 80 dan Hj. Siti Hawa, 83.
Veteran pejuang kemerdekaan ini berharap akan muncul pemimpin Padanglawas yang mempunyai hati nurani dan menghargai pejuang kemerdekaan.
H. Syahwil Nasution, anggota DPRD Kabupaten Palas, melihat para veteran teringat almarhum orang tuanya yang juga veteran. Ia juga berharap ke depan pemerintah dan pemimpin-pemimpin bangsa ini akan lebih memperhatian nasib para veteran yang telah banyak berjasa dalam memperjuangkan negeri ini dari belenggu penjajah.

MOVE ON


“Hey , serius banget liat ke bawah, emang ada apaan sih di bawah?” Tanya Fia kepada Gina yang sedang berkonsentrasi menatap lapangan basket. “ah, bukan apa-apa kok, hehe.. .” Balas Gina . Matanya tidak lepas dari lapangan basket. Fia mencoba menelusuri pandangan sahabatnya itu.
“Lu ngeliatin Joko sama pacarnya? Udahlah, cowok kayak gitu mah nggak usah diinget lagi atau lu jangan-jangan masih sayang sama dia ya ? Lu belum move on?! ” Tanya Fia bertubi-tubi. “Enggak, Cuma liat aja, lagipula aku kan udah move on sama dia.” Tunjuk Gina kepada laki-laki yang sedang asyik bermain basket. Sesekali dia melirik ke arah tempat Gina dan Fia berdiri.
“Tuh, doi liat kesini. Buruan jadian aja, haha...” Ujar Fia mengompori. “Jadian? Ngaco kamu, Mau ditaruh dimana mukaku kalau aku ngajak dia jadian?” balas Gina terkejut. “Terus lu mau diem dan nunggu ditembak dia gitu?” Tanya Fia. Gina terdiam. Ia tidak tau harus mau menjawab apa. “Karena gue sahabat lu, gue bakal bantuin lu PDKT sama dia, bagaimna ?.” Tanya Fia. “Serius? Caranya?” Tanya Gina antusias.
“Bentar, lu tau nama dia engga?”
“Tau lah, namanya Bagus dia dari jurusan Akuntansi juga.”
“Besok lu harus berani ngobrol sama dia, gimana?” Tanya Fia. Gina menyanggupi saran Fia.
Keesokan harinya, dengan semangat menggebu Gina pun mendatangi kelasnya Bagus. Sebenarnya tidak masuk sih, Cuma lewat. Kebetulan Bagus ada di tengah jalan. “Permisi, maaf mau lewat.” Ujar Gina pelan dengan melontarkan senyumnya. “Oh, iya. Silahkan.” Bagus mempersilahkan. Ia membalas senyum menatap Gina. “Ya rabb.. senyumnya manis sekali.” Kata Gina dalam hati.
Dalam perjalanan ke kelas, Gina senyam senyum sendiri. “Gimana? Gimana?” Tanya Fia. “Tidak banyak obrolan fi, aku hanya bilang permisi aja, kemudian dijawab ‘Oh, ya silahkan’ tapi senyumnya itu lho fi, ya ampuuuunn….!” Gina mengguncang tubuh Fia kegirangan. “ciyee.. selamat ya selamat. Pertahankan terus gin!” Fia mengacungkan jempolnya.
Beberapa hari kemudian, Gina semakin banyak bercerita tentang Bagus. Namun suatu hari, Bagus mendatangi mereka berdua. Tentu Gina yang aliran darahnya mengalir lebih cepat. “Mau apa lu kesini?” Tanya Fia dengan ketus. “Gue kesini mau ngomong, kalau gue suka sama lo fi.”
cetaaarrrr…
Petir seakan menyambar Gina setelah mendengar ucapannya Bagus. Sama terkejutnya dengan Fia. “Lo mau kan jadi pacar gue?” Tanya Bagus pasang muka serius.
“Pergi lo dari sini!!!” usir Fia dengan kesalnya.
“Tapi jawab dulu pertanyaan gue. Lo ma…”
“Enggak! Sekarang mending lo pergi!” Fia memotong kalimat Bagus. Fia tau Gina sedang hancur saat ini. Ia tidak ingin Gina marah besar padanya. “Gina, elu engga marah kan sama gue? Lu kan tau sendiri gue udah punya pacar. Mana mungkin gue naksir sama Bagus, wallahi….” Fia berusaha meyakinkan Gina yang kini menerawang jauh.
“Engga kok fi, lagipula aku udah bisa move on dari Bagus.” Suara Gina sedikit bergetar tanda ia menahan air mata walaupun dia melontarkan senyumnya. “Masa sih? Secepat itukah?” fia tau, Gina tidak semudah itu melupakan Bagus. “Bener kok fi. Tuh, orangnya yang itu.” Gina sembarang menunjuk. “Apa? Serius? Dia? Iqbal?” fia tidak percaya.
“Iya, Iqbal. Memangnya kenapa?”
“Iqbal itu pl*yboy gin. Udah berapa coba mantannya, semua mantannya itu udah pernah dimainin. Itu FAKTA!!” Fia menekankan kata “fakta”.
“Tapi dia manis kok.” Jawab Gina asal.
“Pliis, deh, Gin. Gue engga mau debat sama lu, takut kalah. Intinya lu engga boleh suka sama dia.” Fia menyerah dan menasihati Gina.
Ternyata Gina benar serius dengan ucapannya. Hanya dalam waktu sehari dia bisa menyukai Iqbal meski dia tahu Iqbal anak paling bermasalah di sekolahnya. Tapi tetap saja, kejadian soal Bagus membuatnya takut hal serupa akan terjadi padanya.
Sementara, kita lupakan dulu sejenak soal Iqbal. Hari ini sudah masuk Semester baru, sebagai pengurus BEM, Gina tentu ikut mensukseskan kegiatan PPSPPT yang di adakan rutin setiap tahunnya untuk menyambut mahasiswa baru dikampusnya . Salah satu jobdesk dia diacara tersebut adalah mengisi games di tengah-tengah materi.
“Sepertinya lu bakal jadi idola anak baru ya.” Fia mengomentari Gina setelah ia mengisi games. “Masa sih? Eh iya, ngomong-ngomong kamu tau engga soal Wanda dan Sitha?” Gina mengalihkan pembicaraan.
“Duo dancer yang katanya BFF (best firend forever) itu bukan?”
“Iya, katanya mereka musuhan karena rebutan cowok.” Gina mengatakannya dengan antusias.
“ah, Masa sih?”
“Sampe Sitha pindah kampus lho.” Ujar Gina.
“engga konsisten banget jadi sahabat. Segampang itu ngerusak persahabatan Cuma karena seorang cowok.” Kata Fia.
“Menurutku, sahabat rusak gara-gara seorang cowok atau cewek itu sahabat rendahan. hehe.” Ketusnya.
“Gue setuju banget sama lu, Gin.” Fia mengacungkan jempolnya.
Keesokan harinya, ketika Gina mengajak Fia ke kantin, tanpa mereka tahu mereka dihadang oleh Iqbal. Kemeja dia keluarkan, kacamata hitam, kesan cowok pl*yboy pun melekat pada dirinya. “Hei cantik” Goda Iqbal. Fia merasa risih, begitu juga dengan Gina.
“gue boleh nanya ngga?”
“Nanya apaan?” balas Fia dengan galak.
“Udah ada yang punya belum? Kalo belum jadi punyaku mau ngga?” Iqbal mengeluarkan senyum pl*yboynya.
“Dasar pl*yboy lo! Amit-amit gue jadi pacar lo. Najes , Cuih!” fia menggertak sambil berusaha meraih tangan Gina.
“Loh, Gina mana?” tanpa disadarinya, Gina sudah menghilang. Ia tahu, Gina pasti kecewa dan kali ini marah besar padanya. Buru-buru Fia pergi mencari Gina. “Gina…” panggilnya ketika melihat Gina tertunduk di depan kelas.
“Gin, lu engga marah kan sama gue?” Tanya Fia dengan sedikit merasa bersalah. Gina hanya buang muka. “Plis, Gin, gue bener-bener engga tau apa-apa soal ini, wallahi...” Kini Gina membelakangi Fia. “Oke, gue tau. Lu marah banget, gue rasa lo butuh waktu untuk sendiri dulu. Tapi lo musti inget kata-kata lu kemaren. Sahabat rusak Cuma karena cowok itu adalah sahabat rendahan, ingetkan kalimat itu, Gin? Lu mau jadi sahabat rendahan, engga kan?”
Panjang kali lebar Fia berkata, tapi Gina tidak merespon sama sekali. “Oke, terserah lu mau diem sampe kapan, tapi lu harus inget satu hal, gue akan selalu jadi sahabat lu. Gue bakal tunggu lu mau maafin gue.” Fia akhirnya pergi meninggalkan Gina yang terus saja menahan air matanya.
Hari-hari berikutnya terasa hampa bagi mereka, Gina masih marah soal Iqbal. Namun dia juga sedih tidak bicara dengan sahabatnya itu.
Gina, gadis yang sopan, ceria, pandai, taat tata tertib, rapi, ramah dan baik. Sedangkan Fia, gadis yang kurang memperhatikan sekitar, bicaranya agak nyelekit(kasar), cuek namun manis wajahnya. Sifat yang bertolak belakang inilah yang membuat mereka bersahabat.
Soal popularitas, Fia terkenal dan disukai banyak cowok lantaran wajahnya yang cantik, manis dan natural. Sedangkan Gina terkenal di kalangan adik kelas karena jabatannya sebagai anggota BEM sekaligus menjadi pengajar dikampusnya. Memiliki sahabat sepandai dan sebaik Fia buat Gina bahagia, begitu pula Fia, Ia bahagia punya sahabat sebijak Gina.
“Gina, kamu bodoh. Punya sahabat sebaik Fia malah kamu sia-siakan. Dasar Gina bodoh !!!” Gina menyalahkan dirinya sendiri, ia menyesal mendiamkan Fia seminggu ini. Ini salahnya, ia juga tidak mau disebut sahabat rendahan, maka hari itu ia bertekad kuat untuk minta maaf kepada Fia.
Selasa pagi, Gina sengaja datang pagi agar bisa menghadang Fia. Dilihatnya lapangan basket untuk menanti Fia datang. Sesekali ia tersenyum membalas lambaian tangan dari anak kelas dibawahnya. “Itu dia!” Fia berjalan dengan terburu-buru. Gina bersiap di dekat tangga untuk menyambut sahabatnya.
Tap… tap… Tap…
Terdengar suara langkah kaki. ”Itu pasti dia.” Gumam Gina. “Fia! Aku minta maaf!” teriak Gina mengagetkan sosok yang muncul. “Lho, kok bukan Fia?” Tanya Gina heran ketika menatap anak laki-laki kelas dibawahnya yang masih terkejut.
“ya ampun, maaf ya gue kira temen gue.” Ujarnya dengan muka memerah karena malu.
“oh gapapa kak, aku kesini memang mau ketemu kakak.” Tuturnya.
“Gue?”
“Iya, namaku Rio. Aku kesini mau bilang kalau aku…” Rio menggantung kalimatnya.
“Kalau lo apa?”
“Kalau aku suka sama kakak! Aku fans kakak!” pekik Rio. Sepertinya ia grogi sehingga mengatakannya dengan cepat. Dengan wajah yang masih terheran-heran, Gina melihat sosok Fia muncul dari belakang tubuh Rio.
“Fia… Maafin aku..” Dengan cepat Gina memeluk Fia. “Gue juga minta maaf.” Balas Fia. “Tapi dengan satu syarat.” Tambah Fia setelah melepas pelukannya.
“Syarat apa?”
“Lo harus move on dari Iqbal ke dia.” Fia menunjuk Rio yang nyengir kuda.
“Kenapa harus dia?” Tanya Gina.
“Karena, dia tulus suka sama lu. Dia udah lama suka sama lu sejak dia jadi praktikan lu dulu. Terus dia cerita ke gue dan minta tolong ke gue buat ngomong sama lo. Sebenernya bukan Cuma dia aja yang suka sama lu. Banyak anak tingkat bawah yang suka sama lu. Elu sih tebar pesona mulu.” Olok Fia.
“Jadi, intinya. Kak Gina mau jadi pacarku?” Tanya Rio.
“Jangan pake kak deh, engga keren.”
“Iya, deh kak eh Gina. Terima nggak?” Tanya Rio lagi.
“Terima engga ya? hemm… bismillahirahmanirrahim , terima aja deh. Kamu unyu sih!” Gina mencubit pipi Rio. Mereka tertawa bersama. Sekali lagi, Gina pada akhirnya berhasil move on.
*Happy Ending*
~Maaf jika ada yang merasa tersinggung dengan mencantumkan kesamaan nama, tokoh, karakter , dsb. Cerita ini hanya sebuah rekayasa semata, terima kasih .~

TUGAS PKTI 2 ABC



NAMA : ADE DAMAYANTI
NPM    : 10213129
KELAS  : 1EA33
TUGAS : PKTI 2ABC
                               

A.      -       SEBELUM DILAKUKAN SORTING NAMA


-          SESUDAH DILAKUKAN SORTING NAMA











B.      -   SEBELUM DI HYPERLINK


-          SESUDAH DI HYPERLINK









C.      MEMBUAT TULISAN PADA SHEET LAIN
D.     MEMBUAT TULISAN “DATA PENJUALAN” DENGAN WordArt


E.      MEMBUAT GRAFIK TERHADAP SISA BARANG, NAMA BARANG (DIAGRAM PIE)





F.       MEMBUAT FORMULA (SUM SISA STOCK, AVARAGE HARGA)


G.     MEMBUAT FORMULA KONDISIONAL (IF) JIKA SISA < 10 “KRITIKAL”





H.     MEMBUAT TAMPILAN FREEZE (HEADER/JUDUL KOLOM)


I.        MEMBUAT FILTER YANG SISA BARANG = 7



J.        -     SEBELUM DILAKUKAN HIDE KOLOM (TANGGAL EXPIRED)


-          SESUDAH MELAKUKAN HIDE KOLOM (TANGGAL EXPIRED)


K.      MEMBUAT INSERT SEBUAH INFORMASI UNTUK LAPORAN SEDERHANA

TULISAN SOFTSKILL BAHASA INGGRIS 2 TULISAN KE 2

BAHASA INGRRIS 2                         NAMA            : ADE DAMAYANTI                         NPM               : 10...